Posted on
19.11
- by Atty Sulastri
In:
Coretan Kecil
Waktu
menunjukkan pukul 15.30 wib saat aku sampai di terminal bus, menunggu teman
perempuanku yang meminta ditemani ke sebuah acara. Ditengah penantian, banyak
hal yang aku dapat, mulai dari bapak tukang baso yang terlihat lelah mendorong
gerobaknya yang masih terisi penuh dengan dagangan, padahal waktu sudah
menunjukkan senja pada waktu itu.
Apa yang aku
dapat dari tukang baso tadi? Ya, kegigihan yang luar biasa dalam berjihad
(benar, jihadnya kepala rumah tangga adalah dengan kegigihannya dalam mencari
nafkah). Tak habis pikir aku saat itu, seusia beliau yang aku yakin tak muda
lagi, itu terbukti dari kullitnya yang
sudah mulai menyusut dan berwarna hitam legam karena sering terbakar sinar
matahari, masih begitu semangat berjuang untuk keluarganya tanpa mengeluh. Ah,
jadi malu diri yang masih muda ini pun terlalu banyak mengeluh dalam hidup.
Padahal bila
dipikir, apa yang harus dikeluhkan lagi, dengan fasilitas dan
kenikmatan-kenikmatan yang diberikan Allah untuk kita melalui kasih sayang
orang tua kita. Masihkah sanggup kita berpikir bahwa malangnya hidup kita saat
ini?? Begitu kufur nikmatnya kita. Astagfirullah.
Tak sampai
disitu, kenyataan lain yang aku temui adalah perjuangan yang dilakukan seorang
anak untuk menyambung hidupnya. Bila dilihat dari perawakannya, aku yakin dia
masih berumur 7 atau 8 tahun. Masyaallah, seusia itu sudah merasakan susahnya
hidup dan harus berjuang demi sesuatu yang ia inginkan. Jangankan menginginkan
jalan-jalan ke wahana permainan super megah, atau makan di restourant ternama, bermimpi
membeli pakaian baru pun mereka tak berani, mengapa? Karena itu hanya sia-sia
dan jadi harapan dalam onggokan cerita hidupnya.
Lalu apa yang sekarang bisa kita
lakukan?? Mengeluarkan uang bermilyar-milyar untuk memfasilitasi kehidupan
mereka?? Apakah kita punya cukup dana sebanyak itu?? Atau mencuri uang para
pejabat untuk kemudian dibagikan kepada kaum papa seperti yang dilakukan si
Pitung??
Tak perlu
bersusah payah melakukan hal itu, untuk saat ini yang bisa kita lakukan adalah
bersyukur. Ya, bersyukur dengan apa yang kita dapatkan saat ini.
Posted on
20.28
- by Atty Sulastri
In:
Coretan Kecil
Hari
ini, senja begitu indah menggelayuti tangan sang awan, seakan tak ingin lepas
dari genggamannya. Seperti dulu saat usiaku masih kanak-kanak, tak berbeda
dengan awan itu. Sungguh indah kisah perjalanan hidup yang telah di atur oleh
sang Pencipta. Jadi ingat masa-masa SMP dulu, masa-masa kenakalan yang tak akan
terulang, masa-masa dimana sang vmj (virus merah jambu) pertama kali datang
mengetuk kemurnianku. Ah... serasa ingin tertawa saja bila mengingat hal itu.
Ya,
saat itu aku masih duduk di kelas dua SMP, aku bahkan belum mengenal apa itu
cinta, hingga saat aku merasakan begitu mengagumi sosok dewasa yang hadir di
sekolah, dialah guru sejarahku. Mungkin kederangannya lucu saat kita menyukai
seseorang yang jauh beberapa tahun dari kita, yang kemungkinan dia hanya
menganggap kita sebagai adiknya atau bahkan anaknya. Ya ampun!!
Dia
sosok dewasa dengan janggut tipis yang menghiasi dagu panjangnya, perawakannya
sedang (tak terlalu tinggi juga tak terlalu pendek), badannya pun kurus dan
akan melayang bila terkena angin (wealah....tak sedrastis itu sih,hehe), yang
pasti dia masih berstatus lajang saat itu. Aku hanya mengaguminya, tak terpikir
sedikit pun untuk menjadi istrinya (jelaslah orang masih bau kencur, masa udah
mikirin nikah, belajar,belajar!!). Hal itu membuatku benar-benar bingung,
hingga akhirnya akupun memutuskan untuk menceritakannya pada salah satu kakak
kelasku yang biasa aku panggil Teh Gisha, saat itu dia duduk di kelas tiga
SMA.
"Teh...kenapa
ya, setiap deket sama Pak X dadaku selalu berdebar tak karuan, padahal
sebelumnya aku sudah makan (lho gak nyambung ya??)"
(Tertawa)
"Haahaa...ade, ade, itu teh namanya kamu suka!"
Tak
sampai disana, karena rasa mengagumi yang besar terhadap guru sejarah itu, aku
pun terdorong untuk melakukan yang lebih untuk sang guru (eit,,,dalam hal
positif tentunya). Suatu hari aku dan teman dekatku sengaja tak segera pulang
setelah pelajaran berakhir, kami duduk-duduk di depan kantor menunggu guru sejarah itu, berharap dia menghampiri dan
mengajak kami mengobrol. Mungkin karena merasa aneh terhadap kami, guru X pun
menghampiri kami.
"
Belum pulang??"
"Mm..belum
Pak." (jawab kami serempak)
"Boleh
Bapak minta tolong?"
"Boleh
Pak, apa yang bisa kami lakukan??"
"Tolong
ya belikan air mineral"
"Oke
Paak"
Tak
lama kemudian kami pun kembali dengan membawa air mineral disertai sedotan.
Segera setelah meminum airnya Pak guru X pergi bergegas pulang dengan motor
bututnya, dia pun berpesan kepada kami agar segera pulang. Tinggalah botol air
mineral dengan sedotannya dihadapan kami. Saat itu kami saling berpandangan
(aku dan temanku), dengan secepat kilat kami berebut sedotan bekas Pak guru X
(aduh, aduh, anak-anak). Karena tak ingin terjadi keributan, akhirnya kami pun
memutuskan untuk membagi sedotan itu dengan mengguntingnya menjadi dua bagian.
Hingga kini barang itu masih tersimpan rapi di kamar di sebuah kotak kecil yang
berisi barang-barang yang berhubungan dengannya, dan aku beri nama “Kotak
Bersejarah”, karena di dalamnya berisi semua hal tentang guru sejarah itu.
Hari
berganti hari, tak disangka ternyata teman-teman sekelasku tahu tentang hal ini
(rasa sukaku pada Pak guru X), dan sepertinya Pak guru juga telah
mengetahuinya. Ini terbukti dari sikapnya yang selalu menghindar bila bertemu
denganku. Aku kesal saat itu, kesal
karena perubahan sikapnya yang tak seramah dulu. Mungkin maksudnya agar aku tak
semakin jauh menyukainya. Hal itu wajar, karena dia memang sosok ikhwan yang sholeh dan
sangat menjaga pergaulan dengan lawan jenisnya, namun kepada kami dia sangat
ramah, pasti karena dia menganggap kami hanya sebatas muridnya.
Kekesalan
itu tak dapat aku sembunyikan, hingga aku mengekspresikannya dengan menggambar
sosok ikhwan yang berkopiah dan aku beri nama dengan nama-nama penuh kekesalan
(bukan nama-nama hewan lho?!) seperti sebutan “boloho” (ungkapan kekesalan khas
dalam bahasa Sunda) dan masih banyak ungkapan-ungkapan yang lainnya yang tak
aku ingat lagi. Dan itu aku tulis di buku catatan sejarahku.
Suatu
hari Pak guru X masuk ke kelas kami dan mengadakan ulangan untuk kami, dia pun
meminta kami untuk mengumpulkan buku sejarah kami di depan. Sekitar satu atau
dua jam kami lalui untuk mengisi soal, dan seperti biasa setelah itu kami
mengambil kembali buku catatan yang kami kumpulkan di depan. Saat aku mengambil
bukuku, tiba-tiba Pak guru X menyampaikan sebuah hadist yang bunyinya kurang
lebih seperti ini, “ Janganlah kamu terlalu mencintai sesuatu karena siapa tahu
suatu saat kamu akan membencinya, dan janganlah pula kamu terlalu membenci
sesuatu karena siapa tahu suatu saat kamu akan menyukainya” (mohon dikoreksi
bila ada yang salah yaa...!). aku pun berlalu tanpa tahu apa maksudnya. Setelah
itu akau pun membuka buku catatan sejarahku dan tak sengaja terbuka bagian
belakang yang berisi curahan hatiku serta gambar ikhwan berkopiah tempo hari,
namun ada yang berbeda dari bentuknya... masyaAllah ada coment hadist yang
isinya persis seperti yang di sampaikan Pak guru padaku tadi. Betapa malunya
aku. Setelah kejadian itu Pak guru X pun bersikap biasa lagi padaku, begitu pun
aku.
Sungguh
apa yang kita alami dulu adalah bumbu manis di kehidupan kita dan akan menjadi
episode pelengkap akhir hayat kita.
Bandung,
23 Desember 2011, terinspirasi dari cerita sahabat. Syukron ukhty sudah
mengijinkan mengangkat cerita hidupmu, maaf ya kalau ada yang di ubah.hehee
Posted on
05.55
- by Atty Sulastri
In:
Coretan Kecil
Allah....pemilik hati setiap makhluk, yang menggenggam hidup dan mati, yang kuasa memutuskan segala perkara.
Ya Allah, Tuhanku yang penuh cinta, tahukah Engkau bagaimana perjuanganku memulai hidup di jalan-Mu?? Jalan yang penuh rahmat dan inayah-Mu ini, jalan yang begitu sulit ku tempuh...
Namun,,,,saat aku telah berada di jalan-Mu, terpaan angin dan badai tak lelah menerpa, sehingga tak jarang aku terombang-ambing tak menentu. Tak dipungkiri Ya Rabb, saat itu aku sangat membutuhkan penopang agar tak jatuh aku karenanya.
Dan kini, semua berjalan begitu saja, segala onak bahkan duri seakan terbiasa menemani hidupku. Aku tahu ini adalah salah satu cara-Mu membuatku kuat. Aku pun merasakannya.
Saat ku merasa lelah berada di jalan-Mu ini, Kau kirimkan semangkuk kasih-Mu padaku, sebagai usaha-Mu menguatkanku.
Allah, Tuhan yang tak lelah membantu hamba-Nya, dan yang tak pernah bosan mencintai hamba-Nya dengan sepenuh hati,,
disini....Ya, di dalam hati inilah akan kusimpan cinta dan kasihku untuk-Mu
Jangan pernah bosan dalam mencintaiku, karena kenyataannya aku akan merindukan itu setiap saat.
Ya Allah..kasih sejatiku,
cukup hanya surat ini yang mampu kuberikan sebagai perantara cintakau pada-Mu..
Namun, suatu saat aku harap aku bisa melihat-Mu.....