Hari ini, senja begitu indah menggelayuti tangan sang awan, seakan tak ingin lepas dari genggamannya. Seperti dulu saat usiaku masih kanak-kanak, tak berbeda dengan awan itu. Sungguh indah kisah perjalanan hidup yang telah di atur oleh sang Pencipta. Jadi ingat masa-masa SMP dulu, masa-masa kenakalan yang tak akan terulang, masa-masa dimana sang vmj (virus merah jambu) pertama kali datang mengetuk kemurnianku. Ah... serasa ingin tertawa saja bila mengingat hal itu.
Ya, saat itu aku masih duduk di kelas dua SMP, aku bahkan belum mengenal apa itu cinta, hingga saat aku merasakan begitu mengagumi sosok dewasa yang hadir di sekolah, dialah guru sejarahku. Mungkin kederangannya lucu saat kita menyukai seseorang yang jauh beberapa tahun dari kita, yang kemungkinan dia hanya menganggap kita sebagai adiknya atau bahkan anaknya. Ya ampun!!
Dia sosok dewasa dengan janggut tipis yang menghiasi dagu panjangnya, perawakannya sedang (tak terlalu tinggi juga tak terlalu pendek), badannya pun kurus dan akan melayang bila terkena angin (wealah....tak sedrastis itu sih,hehe), yang pasti dia masih berstatus lajang saat itu. Aku hanya mengaguminya, tak terpikir sedikit pun untuk menjadi istrinya (jelaslah orang masih bau kencur, masa udah mikirin nikah, belajar,belajar!!). Hal itu membuatku benar-benar bingung, hingga akhirnya akupun memutuskan untuk menceritakannya pada salah satu kakak kelasku yang biasa aku panggil Teh Gisha, saat itu dia duduk di kelas tiga SMA. 
"Teh...kenapa ya, setiap deket sama Pak X dadaku selalu berdebar tak karuan, padahal sebelumnya aku sudah makan (lho gak nyambung ya??)"
(Tertawa) "Haahaa...ade, ade, itu teh namanya kamu suka!"
"Iiihhh...gak teteeh, ade gak suka! (masih menyangkal)
Tak sampai disana, karena rasa mengagumi yang besar terhadap guru sejarah itu, aku pun terdorong untuk melakukan yang lebih untuk sang guru (eit,,,dalam hal positif tentunya). Suatu hari aku dan teman dekatku sengaja tak segera pulang setelah pelajaran berakhir, kami duduk-duduk di depan kantor menunggu  guru sejarah itu, berharap dia menghampiri dan mengajak kami mengobrol. Mungkin karena merasa aneh terhadap kami, guru X pun menghampiri kami.
" Belum pulang??"
"Mm..belum Pak." (jawab kami serempak)
"Boleh Bapak minta tolong?"
"Boleh Pak, apa yang bisa kami lakukan??"
"Tolong ya belikan air mineral"
"Oke Paak"
Tak lama kemudian kami pun kembali dengan membawa air mineral disertai sedotan. Segera setelah meminum airnya Pak guru X pergi bergegas pulang dengan motor bututnya, dia pun berpesan kepada kami agar segera pulang. Tinggalah botol air mineral dengan sedotannya dihadapan kami. Saat itu kami saling berpandangan (aku dan temanku), dengan secepat kilat kami berebut sedotan bekas Pak guru X (aduh, aduh, anak-anak). Karena tak ingin terjadi keributan, akhirnya kami pun memutuskan untuk membagi sedotan itu dengan mengguntingnya menjadi dua bagian. Hingga kini barang itu masih tersimpan rapi di kamar di sebuah kotak kecil yang berisi barang-barang yang berhubungan dengannya, dan aku beri nama “Kotak Bersejarah”, karena di dalamnya berisi semua hal tentang guru sejarah itu.
Hari berganti hari, tak disangka ternyata teman-teman sekelasku tahu tentang hal ini (rasa sukaku pada Pak guru X), dan sepertinya Pak guru juga telah mengetahuinya. Ini terbukti dari sikapnya yang selalu menghindar bila bertemu denganku. Aku  kesal saat itu, kesal karena perubahan sikapnya yang tak seramah dulu. Mungkin maksudnya agar aku tak semakin jauh menyukainya. Hal itu wajar,  karena dia memang sosok ikhwan yang sholeh dan sangat menjaga pergaulan dengan lawan jenisnya, namun kepada kami dia sangat ramah, pasti karena dia menganggap kami hanya sebatas muridnya.
Kekesalan itu tak dapat aku sembunyikan, hingga aku mengekspresikannya dengan menggambar sosok ikhwan yang berkopiah dan aku beri nama dengan nama-nama penuh kekesalan (bukan nama-nama hewan lho?!) seperti sebutan “boloho” (ungkapan kekesalan khas dalam bahasa Sunda) dan masih banyak ungkapan-ungkapan yang lainnya yang tak aku ingat lagi. Dan itu aku tulis di buku catatan sejarahku.
Suatu hari Pak guru X masuk ke kelas kami dan mengadakan ulangan untuk kami, dia pun meminta kami untuk mengumpulkan buku sejarah kami di depan. Sekitar satu atau dua jam kami lalui untuk mengisi soal, dan seperti biasa setelah itu kami mengambil kembali buku catatan yang kami kumpulkan di depan. Saat aku mengambil bukuku, tiba-tiba Pak guru X menyampaikan sebuah hadist yang bunyinya kurang lebih seperti ini, “ Janganlah kamu terlalu mencintai sesuatu karena siapa tahu suatu saat kamu akan membencinya, dan janganlah pula kamu terlalu membenci sesuatu karena siapa tahu suatu saat kamu akan menyukainya” (mohon dikoreksi bila ada yang salah yaa...!). aku pun berlalu tanpa tahu apa maksudnya. Setelah itu akau pun membuka buku catatan sejarahku dan tak sengaja terbuka bagian belakang yang berisi curahan hatiku serta gambar ikhwan berkopiah tempo hari, namun ada yang berbeda dari bentuknya... masyaAllah ada coment hadist yang isinya persis seperti yang di sampaikan Pak guru padaku tadi. Betapa malunya aku. Setelah kejadian itu Pak guru X pun bersikap biasa lagi padaku, begitu pun aku.
Sungguh apa yang kita alami dulu adalah bumbu manis di kehidupan kita dan akan menjadi episode pelengkap akhir hayat kita. 


Bandung, 23 Desember 2011, terinspirasi dari cerita sahabat. Syukron ukhty sudah mengijinkan mengangkat cerita hidupmu, maaf ya kalau ada yang di ubah.hehee